Friday, November 7, 2008

DEMI MASA



Demi masa…
Yang menggenapkan putaran bentala pada pasaknya menjadi dua puluh empat jam
Yang membiarkan siang berkejaran dengan malam
Yang menyaksikan malam memangsa siang
Yang senantiasa setia menemani buana mengelilingi sang surya selama 365 hari
Lagi-lagi kutemui hari ini
Berdiri termangu di penghujung hari ke 365
Masih dengan kebodohan yang belum lagi lenyap
Sementara esok telah mulai lagi hari pertama
Dari putaran perjalanan mengitari sang surya yang berikutnya.

Demi masa, yang kita telah diberitahukan
Betapa sesungguhnya kita dalam keadaan merugi
Meskipun Tuhan Penguasa jagat raya telah berbicara kepada kita
Memberikan sebuah peringatan
Sungguh tak mudah usaha mengusir kedunguan dan menggantikannya dengan pencerahan

Demi masa, sesungguhnya manusia itu kerugian
Kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh
Yang saling nasehat menasehati
Dalam kebaikan dan menetapkan kesabaran.

Demi masa, meski Tuhan Yang Maha Pengasih telah memberikan contekan
Nyatanya masih tak mampu tangan-tangan yang kotor ini
Menyibak tabir kehidupan
Bukan karena mata yang buta makanya tak mampu melihat
Bukan pula telinga yang tuli sehingga tak mampu mendengar
Sesungguhnya hati inilah yang sudah sekarat
Seperti matinya rantai kehidupan yang terkena polusi secara perlahan
Seperti menggeleparnya ikan-ikan yang terkena bom nelayan

Terangguk-angguk kepala si dungu ini
Demi mendengarkan penjelasan perihal kematian
Oh begitu yang namanya mati…

Bukan mati sembarang mati
Mati yang paling ditakuti adalah mati sebelum mati
Takutlah pada kematian lokal
yang hanya menghampiri segumpal daging
yang bersemayam di dalam dada ini
Yang bernama hati.

Oleh: Nela Dusan
Rasuna, 31 Desember 2007